Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin, menjelaskan ukuran keberhasilan pembangunan infrastruktur tidak hanya ditentukan oleh kinerjanya namun juga mencakup kehandalan bangunan dan kebermanfaatan bagi masyarakat, dan ditentukan oleh Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin, menjelaskan ukuran keberhasilan pembangunan infrastruktur tidak hanya ditentukan oleh kinerjanya namun juga mencakup kehandalan bangunan dan kebermanfaatan bagi masyarakat, dan ditentukan oleh keselamatan dalam proses pelaksanaan konstruksinya.
Syarif pun mengimbau perlunya upaya yang serius dan koordinasi yang baik antara pemerintah dan seluruh stakeholders konstruksi agar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat diimplementasikan di seluruh proyek konstruksi.
Seperti dilansir dalam laman kompas.com, upaya pemerintah menjamin keselamatan dalam pelaksanaan konstruksi antara lain dengan membentuk Komite Keselamatan Konstruksi (Komite K2) yang bertugas melaksanakan pemantauan dan evaluasi, melaksanakan investigasi kecelakaan konstruksi serta memberikan saran dan pertimbangan kepada Ketua Komite. Sehingga, Syarif menegaskan, K3 juga menjadi salah satu prinsip konstruksi berkelanjutan yang tercantum di dalam Permen PU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Implementasi Konstruksi Berkelanjutan.
Ia menjelaskan salah satu konsep konstruksi berkelanjutan yang kita terapkan adalah konstruksi hijau dengan titik berat rantai pasok hijau, proses konstruksi hijau, serta perilaku dan praktik hijau. Salah satu dari praktik konstruksi hijau yang mendukung konsep berkelanjutan adalah jalan hijau.
Kementerian PUPR melalui Badan Penelitian dan Pengembangan mendorong pelaksanaan jalan hijau dengan cara menyusun berbagai kriteria untuk melakukan sertifikasi jalan hijau. Untuk menjalankan hal diatas diperlukan tiga hal.
Pertama, melakukan revisi peraturan tentang pengadaan barang dan jasa sesuai Peraturan Menteri (Permen) PU Nomor 31 Tahun 2015, aspek K3 akan diintegrasikan dalam proses tender
Kedua, meningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi dengan memberikan sosialisasi kebijakan dan hukum serta pelatihan dan sertifikasi yang berkaitan dengan K3. Khusus untuk pekerja terampil, sertifikasi berskala besar dilakukan kepada konsultan, kontraktor, dan mahasiswa.
Ketiga, membuka Klinik Konstruksi sebagai media layanan pendampingan, konsultasi dan nasihat teknis kepada para pelaku konstruksi dalam rangka mewujudkan konstruksi yang berkeselamatan.(*)
Sumber : kompas.com