No Comments
Tags: Artikel, K3 Konstruksi

Menuju Perilaku Selamat di Bidang Konstruksi dengan PIC NIC

Menuju Perilaku Selamat di Bidang Konstruksi dengan PIC NIC

Di suatu proyek, seperti biasa, seorang petugas keselamatan kerja sedang melakukan patrol di area konstruksi. Dia menemukan seseorang yang tidak menggunakan helm di lokasi proyek dan kebetulan di atasnya sedang ada pekerjaan. Dia akhirnya meminta orang itu untuk menggunakan helm dan kemudian orang itu langsung menggunakan helm yang telah disediakan. Namun, hal itu ternyata tak bertahan lama, setelah petugas keselamatan kerja 5 menit berlalu, orang itu pun kembali melepas helmnya.

Kasus di atas adalah sebuah potret tentang bagaimana budaya Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di dunia Konstruksi Indonesia masih perlu ditingkatkan lebih jauh lagi. Hal ini juga tercermin dalam tingginya angka kecelakaan konstruksi di Indonesia.

Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pekerjaan Umum sepakat bahwa bidang konstruksi adalah bidang dengan kecelakaan kerja terbesar di Indonesia. Menurut Plt Dirjen Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), Kementerian Tenaga Kerja Maruli Apul Hasoloan,terdapat 1500 kecelakaan per tahun dengan 200 fatality di dunia konstruksi. Sedangkan menurut Kementerian Pekerja Umum di tahun 2015, bidang konstruksi menyumbang kecelakaan terbesar bersama dengan industri manufaktur yaitu sebesar 32 persen, berbeda dengan sektor transportasi (9 persen), kehutanan (4 persen) dan pertambangan (2 persen).

Perilaku tidak aman dianggap masih menjadi porsi terbesar dalam terjadinya kecelakaan di dunia konstruksi. Para pekerja di sektor konstruksi, menurut Maruli rata-rata pendidikannya minim. “Sehingga tidak mau menurut kalau dikasih tahu,” Sehingga, perubahan perilaku ke arah yang lebih selamat harus dilakukan.

PIC NIC

Perubahan perilaku adalah hal yang mendasar untuk menjadikan tempat kerja yang lebih selamat. Aubrey Daniels, seorang psikolog klinik, yang menggunakan pendekatan ABC model untuk merubah perilaku. ABC model terdiri dari 3 elemen, yaitu:

Antecedent (Penyebab)

Antecedent adalah kumpulan dari beberapa alasan dari berbagai macam sumber yang  mendukung terbentuknya sebuah perilaku. Antecedent ini termasuk:

  • Memberitahu kita tentang bagaimana mendapatkan konsekuensi
  • Dapat secara nyata ataupun abstrak
  • Sekuat dengan konsekuensi yang mendukung mereka

Behavior (Perilaku)

Perilaku, menurut E. Scott Geller, adalah sebuah tindakan dari individual yang dapat diamati oleh orang lain. Dengan kata lain, perilaku adalah apa yang lakukan atau katakan bukan apa yang individu pikir, rasakan atau percayai.

Consequences (Konsekuensi)

Konsekuensi, menurut Aubrey Daniels, adalah apa yang didapatkan oleh individu sebagai akibat dari perilaku dia sebelumnya. Beberapa jenis  konsekuensi adalah:

  • Positive atau Apakah konsekuensi perilaku menolong atau justru berakibat buruk dari sudut pandang pelaku?
  • Immediate (langsung) atau future (nanti). Kapan konsekuensi akan terjadi?
  • Certain (nanti) atau uncertain (tidak pasti). Berapa kemungkinan pelaku akan mendapatkan konsekuensi?

Penerapan ABC model ini dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Pada Tabel 1 di atas, perilaku tidak menggunakan helm di proyek dibedah. Pada kolom antecedent dilihat apa saja faktor yang mendukung seseorang tidak menggunakan helm. Pada kolom behavior ditulislah perilaku yang sedang dianalisis yaitu perilaku tidak menggunakan helm pada pekerjaan proyek. Pada kolom konsekuensi dijelaskan tentang apa saja konsekuensi yang bisa didapatkan oleh pelaku jika tidak menggunakan helm.

Pada kolom “P/N?” dilakukan analisis apakah konsekuensi dari perbuatan yang ada bersifat positif (mendukung perilaku) atau bersifat negatif (melemahkan perilaku). Pada kolom “I/F?” dilakukan analisis apakah konsekuensi yang didapat bersifat immediate (langsung) atau future (nanti). Pada kolom “C/U?” dilakukan analisis apakah konsekuensi yang didapat bersifat certain (pasti) atau uncertain (tidak pasti).

Terakhir, pada kolom “level” disimpulkan lah tingkat perilaku yang ada. Apabila konsekuensi memiliki kriteria P-I-C (positive immediate certain) dan N-I-C (Negative Immediate Certain) maka hasil akan sangat kuat. Sebaliknya, konsekuensi memiliki kriteria N-F-U (negative future uncertain) dan P-F-U (positive-future-uncertain) maka hasil akan sangat lemah.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memodifikasi perilaku adalah:

  • Mengubah dari negative menjadi positif. Kita harus melakukan analisis apa saja langkah-langkah yang bisa mendorong perilaku aman lebih banyak.
  • Mengubah dari future menjadi immediate. Kita bisa mempercepat datangnya konsekuensi yang ada, missal dengan melakukan pengawasan yang lebih ketat ataupun dengan mendidik rekan kerja untuk memberikan nasihat kepada rekan kerjanya yang bertindak tidak aman
  • Mengubah dari certain menjadi Kita bisa membuat konsekuensi datang lebih pasti, misalnya dengan memastikan semua tindakan tidak aman kita berikan teguran.

PIC (positive-immediate-certain) dan NIC (Negative-Immediate-Certain) sangat penting untuk membuat perilaku karena dampaknya langsung bisa terlihat. Akan tetapi, PIC NIC tidaklah bisa menjadi obat mujarab yang bisa menghilangkan semua perilaku tidak aman. Manajemen tetap perlu memandang manusia sebagai objek yang dilindungi dan bukan penyebab kecelakaan serta manajemen perlu untuk memastikan ketersediaan berbagai sarana untuk memunculkan perilaku aman.

*Artikel ini dibuat oleh Agung Supriyadi, S.K.M., salah satu pemenang Kompetisi Menulis Article Safety yang diselenggarakan Indonesia Safety Center

Rate this post
Anda Mungkin Juga Suka:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Artikel Terkait