JAKARTA – Sepanjang tahun 2018, berbagai bencana alam menimpa Indonesia. Mulai dari gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, Banten dan Lampung, hingga terakhir ini banjir bandang di Papua. Belum lagi gunung merapi, banjir dan kebakaran hutan.
Banyaknya bencana yang terjadi tentu berdampak bagi pertumbuhan ekonomi. Mulai dari masyarakat kecil hingga pengusaha, sampai pemerintah pun terkena imbasnya.
Dari data yang pernah disampaikan Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ke-3 2018 hanya berkisar 5,1 persen. Apalagi pertumbuhan ekonomi ditingkat lokal daerah terdampak bencana.
Penanganan bencana menghabiskan dana tidak sedikit. Misal ketika bencana tsunami Aceh pada 2004 lalu, kerugiannya mencapai Rp39 triliun. Disusul gempa di DI Yogyakarta dan Jateng pada 2006 sebesar Rp27 triliun. Jumlah yang besar, bukan?
Kebutuhan anggaran tersebut mestinya bisa untuk program pembangunan, seperti membangun akses jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan hal serupa. Bencana alam dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan dalam perekonomian, yaitu potensi hilangnya Pendapatan Domestik Bruto atau PDB.
Secara geografis Indonesia rawan akan bencana alam seperti gempa bumi yang sifatnya seismik maupun vulkanik. Ditambah curah hujan sekitar 2000 mm per tahun, tertinggi diseluruh dunia untuk negara kepulauan. Inilah yang harus menjadi perhatian.
Menyikapi berbagai persoalan tersebut, Synergi Solusi dalam acara Gathering Alumni akan menggelar kegiatan bertema “Membangun Kapasitas dan Kapabilitas Kesiapsiagaan Perusahaan Dalam Menghadapi Bencana” di D Hotel Jakarta pada Senin, 21 Maret 2019.
Acara yang menghadirkan Fahmi Munsah Ismail ini akan membahas bagaimana kesiapan perusahaan dalam menghadapi bencana alam dengan cara mereduksi melalui aktifitas preventif (pre-lost) sehingga dampak kerugian pengusaha dapat diminimalisir.
Gathering yang dipelopori oleh Synergy Solusi ini akan mengkaji detail bagaimana langkah-langkah preventif para pengusaha menghadapi bencana. Sejatinya, musibah yang datang bukan untuk dikhawatirkan, apalagi ditakuti.