No Comments
Tags: Artikel K3

MURAHNYA HARGA NYAWA PEKERJA INDONESIA

MURAHNYA HARGA NYAWA PEKERJA INDONESIA
MURAHNYA HARGA NYAWA PEKERJA INDONESIA

Di setiap Bulan Januari hingga Pebruari, pekerja di berbagai sektor merayakan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Mereka merayakannya mulai dengan hanya memasang spanduk di depan gerbang perusahaan hingga mengadakan acara dengan dana Ratusan Juta Rupiah. Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja telah menjadi motor utama terhadap perayaan Bulan K3 ini.

 

Bulan K3 dirayakan di Bulan Januari karena terinspirasi dari bulan penetapan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Sayangnya, peringatan Bulan K3 seakan-akan hanya menjadi sebuah agenda seremonial saja karena permasalahan-permasalahan besar terkait dengan K3 di pekerja masih banyak terjadi.

UU No 1/1970 telah menjadi landasan legal utama atas semua pelaksanaan upaya K3 di Indonesia. Ia menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia sudah lama mengenal K3 bahkan Undang-undang ini juga lebih dahulu keluar daripada Occupational Health and Safety Act milik Amerika Serikat.

Sayangnya, meski sudah 46 tahun berlaku namun UU No 1/1970 masih tetap otentik tanpa ada amandemen sedikitpun. Hukuman maksimum undang-undang ini masih hanya berupa denda Rp 100 ribu atau kurungan 3 bulan penjara. Rendahnya hukuman ini jelas menyampaikan pesan bahwa harga nyawa pekerja sangatlah murah di negeri ini.

K3 di Indonesia

Angka kecelakaan kerja yang tinggi membuktikan bahwa nyawa pekerja masih murah. Berdasarkan data dari BPJS Tenaga Kerja (dulu Jamsostek) tahun 2012, setiap harinya terdapat 282 kasus kecelakaan kerja dan 9 kasus kematian akibat kecelakaan kerja. Angka itu pastinya bisa berkali lipat lebih besar jika tempat kerja yang tidak masuk cakupan BPJS Tenaga Kerja juga ikut didata.

Kecelakaan kerja yang tinggi juga dapat mengganggu laju perekonomian bangsa. Data dari International Labor Organization (ILO) di tahun 2012 menyebutkan bahwa Indonesia merugi Rp 280 Triliun per tahun akibat kecelakaan kerja.

Pertanyaan pun muncul ketika pemerintah dan DPR tidak tergerak untuk memperbaiki Undang-undang No 1/1970. Di dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas), undang-undang tersebut tidaklah muncul. Itu berarti, UU 1/1970 memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk diamandemen dari kurun waktu 2015-2019.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana lebih sering dipakai untuk menjerat mereka yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain celaka. Akibatnya, hanya pelanggar saja yang tersentuh hukum namun tidak ada perbaikan di keseluruhan sistem sehingga angka kecelakaan kerja tetap besar.

Sementara itu, beberapa orang sudah cukup puas terhadap masuknya 2 pasal terkait dengan K3 di Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Padahal, Pasal 86 dan 87 hanya membahas pelaksanaan K3 secara umum saja. Hukuman yang diberikan untuk pelanggar pasal itu pun hanya sebatas hukuman administratif.

Banyak perusahaan yang masih menganggap keselamatan dan kesehatan pekerjanya sebagai hal yang tidak penting. Perusahaan yang demikian hanya mengejar angka-angka produksi tanpa memperdulikan pekerjanya. Ketika ada kecelakaan, mereka akan dengan mudahnya mengeluarkan uang santunan yang seakan dengan uang itu anggota tubuh yang hilang atau nyawa pekerjan yang melayang bisa kembali.

Di sisi pengembangan kompetensi para profesional K3, perbaikan masih banyak yang harus dilakukan. Banyak Profesional K3 yang hanya mengandalkan pelatihan sertifikasi saja sementara ia belum memiliki kompetensi dasar apapun. Akibatnya, mereka akan kebingungan menghadapi kenyataan di lapangan yang lebih rumit daripada materi pelatihan.

Menyelamatkan Pekerja

Kata “pekerja” memiliki cakupan yang luas. Kata itu dapat mencakup buruh,hingga ke Anggota DPR dan presiden. Gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja tak hanya berakibat pada dirinya sendiri, namun juga ke keluarganya bahkan ke negara.

Maka, mau tidak mau kita harus segera memperbaiki penerapan K3. Indonesia saat ini menerima bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada penduduk dengan usia tidak produktif. Selain itu, Pekerja Indonesia juga harus siap menerima kenyataan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kecelakaan kerja tinggi pastinya akan mengancam para pekerja dalam menghadapi 2 peluang ini.

Perundangan K3 yang ada perlu diperkuat untuk menjamin setiap pekerja dapat kembali ke rumahnya dengan selamat dan sehat. Berkaca ke Amerika Serikat, Occupational Health and Safety Act telah berhasil menurunkan 66% tingkat kematian akibat kecelakaan kerja dari tahun 1970 hingga 2014 (Occupational Health and Safety Agency,2015)

Pembinaan dan pengawasan bersama dari pemerintah, pengusaha, akademisi, Profesional K3 dan buruh mutlak diperlukan untuk meningkatkan harga nyawa para pekerja. Selain itu, pembentukan Budaya K3 juga diperlukan untuk memastikan para pekerja tak hanya peduli atas keselamatannya pribadi tapi juga keselamatan pekerja yang lain.

Keselamatan dan kesehatan memang bukanlah segalanya, namun segalanya tak akan berarti tanpa adanya keselamatan dan kesehatan. Sebagaimana revolusi mental tak mungkin bisa dimulai tanpa adanya warga negara yang selamat dan sehat.

Sumber : katigaku.com

Photo : foto.inilah.com

5/5 - (1 vote)
Anda Mungkin Juga Suka:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Artikel Terkait